PENELITI TEMUKAN CARA UBAH CO2 JADI ENERGI


Universitas Toronto  (University of Toronto/U of T) mengabarkan bahwa peneliti telah menemukan cara memproduksi bahan bakar dari  karbon dioksida atau CO2 . Caranya, menggunakan siklus netralisasi karbon dengan menggunakan silikon.  Silikon dipilih karena merupakan unsur pasir sehingga mudah dan murah untuk diproduksi. Berdasarkan data, pasir adalah benda paling banyak ketujuh di alam semesta dan kedua terbanyak di permukaan bumi.

Ide mengubah karbon dioksida menjadi energi bukan merupakan ide baru. Selama beberapa dekade, para peneliti di dunia ingin memproduksi energi dari karbondioksida, sinar matahari, dan air atau hidrogen.  Perlombaan ini melibatkan hampir seluruh pakar di dunia. Tantangannya adalah menemukan solusi yang praktis, efisien, dan murah. Salah satu kendala yang dihadapi adalah stabilitas kimia dari karbon dioksida.

"Sebuah solusi kimia,  ditemukan bahan  katalis yang sangat aktif dan selektif yang memungkinkan konversi karbon dioksida untuk bahan bakar. Terbuat dari unsur-unsur yang murah, tidak beracun, dan tersedia secara melimpah," kata Geoffrey Ozin, Profesor Kimia  dari Fakultas Art & Science, Universitas Toronto. Ozin juga menjabat sebagai Kepala Kimia Material Universitas Toronto dan Periset utama di bidang bahan bakar berbasis energi matahari.

Dunia telah lama menanti solusi atas konversi karbon dioksida menjadi energi. Perubahan iklim akibat pencemaran karbondioksida atau gas rumah kaca telah membuat banyak pihak prihatin. Setiap tahun, manusia menghasilkan 30 miliar karbon dioksida ke atmosfir. Harus ada cara untuk mengurangi gas yang telah membuat bumi lebih panas ini.

Ozin dan rekannya telah mengeluarkan laporan berupa artikel di  Nature Communication yang dipublikasikan pada 23 Agustus 2016. Artikel tersebut menyebutkan silikon nanocrystals memenuhi semua persyaratan untuk mengubah karbon dioksida menjadi energi. Silikon nanocrystal memiliki diameter 3,5 nanometer. Permukaan silikon nanocrystal sangat efisien dalam menyerap gelombang infra merah dan ultraviolet dari sinar matahari. Silikon nanocrystal dalam bentuk lembaran, jika terkena sinar matahari akan memicu reaksi kimia yang dapat mengubah gas karbon dioksida menjadi gas karbon monoksida (CO).

"Memanfaatkan pelemahan kekuatan struktur nano hibrida adalah terobosan konsep dan strategi komersial yang menarik bagi produksi bahan bakar dari sinar matahari," jelas Ozin.

Saat ini, tim yang dipimpin oleh Ozin terus mengupayakan aplikasi dari penemuan ini. Tim juga akan meningkatkan skala produksi bahan bakar. Jika hal ini berhasil, tim akan membuat proyek percontohan berupa pembangunan kilang yang mampu memproduksi bahan bakar dari karbon dioksida, sinar matahari, dan air atau hidrogen.

Sebelumnya, peneliti dari Universitas California, San Diego (University of California, San Diego/UCSD) berhasil mendemonstrasikan penelitiannya, yaitu mengubah karbon dioksida menjadi karbon monoksida menggunakan elektroda silikon.  Cara kerjanya, elektroda silikon akan mengubah sinar matahari menjadi listrik. Pada saat bersamaan, elektroda silikon memicu reaksi yang dapat mengubah karbon dioksida menjadi karbon monoksida dan oksigen.

"Karbon monoksida adalah bahan kimia dan komoditas berharga yang dapat digunakan untuk memproduksi plastik dan produk lainnya," ungkap Clifford Kubiak, Profesor Bidang Kimia UCSD. Karbon monoksida juga merupakan bahan baku utama untuk memproduksi bahan bakar sintetis seperti syngas (campuran karbon monoksida dan hidrogen), metanol, dan bensin.

Impian lama
Selama lebih dari 200 tahun peradaban manusia terakhir, bahan bakar fosil yang kaya karbon seperti batu bara, minyak, dan gas alam telah berhasil mendorong kemajuan yang luar biasa. Peradaban manusia melesat dimana pembangunan ekonomi dan sosial telah sedemikian maju. Namun, pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan emisi CO2 dalam jumlah besar telah membawa perubahan iklim yang merugikan. Berbagai ancaman bencana dan bahaya mengintai manusia akibat pemanasan global yang dipicu dari energi fosil ini.

Manusia telah lama mendambakan dapat melakukan apa yang tumbuhan lakukan, yaitu mengubah CO2 (karbondioksida), air, dan sinar matahari untuk menghasilkan bahan bakar (hidrokarbon). Manusia bisa menggunakan teknologi untuk melakukan seperti apa yang dilakukan tumbuhan, namun membutuhkan biaya yang besar atau tidak ekonomis. Akibatnya, teknologi tersebut tidak bisa diterapkan dalam peradaban manusia atau kalah bersaing dengan bahan bakar fosil dan energi terbarukan lainnya. 

Mengubah CO2 menjadi ai dan bahan bakar hidrokarbon sangatlah penting. Selain bisa memenuhi kebutuhan energi manusia, langkah ini juga bisa menyelesaikan permasalahan pemanasan global yang telah mengancam kehidupan dan peradaban. Berikutnya, mampu meningkatkan keamanan energi mengingat bahan bakar fosil cadangannya terus turun dan semakin langka. 

Sayangnya, mengubah CO2 menggunakan metode hidrogenasi untuk menghasilkan hidrokarbon atau alkohol adalah tugas yang menantang karena CO2 adalah molekul teroksidasi penuh, stabil secara termodimanika, dan secara kimiawi lembam. Beberapa riset dilakukan, sehingga penemuan-penemuan teori awal tentang mengubah CO2 menjadi bahan bakar memberikan secercah harapan.  Beberapa ilmuwan yakin, penemuan cara megubah CO2 menjadi bahan bakar tinggal menunggu waktu saja. Bisa beberapa tahun mendatang atau puluhan tahun lagi. Peradaban manusia menunggu hasil dari upaya-upaya para ilmuwan ini menghasilkan metode mengubah CO2 menjadi bahan bakar yang efisien dan terjangkau, paling tidak bisa bersaing dengan bahan bakar fosil. 

ahmad senoadi

Sumber :
  • http://www.deepstuff.org/scientists-solve-puzzle-converting-gaseous-carbon-dioxide-fuel/, diakses 2016.
  • https://www.technologyreview.com/s/407748/making-gasoline-from-carbon-dioxide/, diakses 2016.


Load disqus comments

0 comments