Mobil Listrik Butuh Perubahan Perilaku Pemanfaatan Listrik


Akhir Juli 2017 lalu Presiden Joko Widodo menyatakan komitmennya mengembangkan mobil listrik untuk Indonesia sebagai jawaban atas perubahan tren global di bidang transportasi umum. Isu lingkungan, terutama perubahan iklim, merupakan faktor yang menjadi pertimbangan setiap pemimpin dunia atas penggunaan mobil listrik. Namun, dukungan enegi listrik mengatakan hal yang lain. Agar mobil listrik dan motor listrik bisa melaju di jalan dengan lancar dan kebutuhan listrik masyarakat untuk kegiatan sehari-hari dapat tercukupi, maka perubahan perilaku pemanfaatan listrik harus dilakukan.

Kebijakan Jokowi ini langsung disambut oleh Kementerian Energi dan Sumber daya mineral. Ignatius Yonan, Menteri ESDM menyatakan saat ini sudah saatnya masyarakat Indonesia menggunakan mobil dan motor listrik. Kendaraan berbasis listrik ini lebih praktis dan ramah lingkungan dibandingkan dengan mobil berbahan bakar minyak (BBM). Pemerintah berharap kehadiran mobil dan motor listrik bisa mengurangi polusi emisi gas buang yang membuat kota-kota besar di Indonesia, khususnya Jakarta memiliki udara yang kotor sehingga membuat kesehatan masyarakat terganggu. Penggunaan mobil dan motor listrik akan membuat udar lebih di perkotaan lebih bersih.

Kebijakan penggunaan mobil dan motor listrik untuk angkutan umum sudah dilakukan oleh negara-negara maju. Mereka sudah mulai meninggalkan penjualan mobil berbahan bakar hidokarbon dan beralih ke listrik. Pemerintah Inggris dan Prancis adalah pionirnya. Kedua negara Eropa ini telah membuat kebijakan larangan penjualan kendaraan non-listrik untuk jalan raya mulai tahun 2040. "Mestinya ini juga sebuah upaya modernisasi, kita tidak bisa menghambat perkembangan zaman. Orang jadi punya pilihan mau pakai kendaraan dengan bahan bakar hidrokarbon atau listrik," kata Yonan.


Hiruk Pikuk Mobil dan Motor Listrik

Booming mobil listrik telah muncul dalam dasawarsa terakhir ini. Di tingkat global, Tesla menjadi pemimpin tren mobil listrik yang telah sukses. Bahkan, Dahlan Islan, penggagas mobil listrik Indonesia yang juga Pemimpin Jawa Pos dan mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), rela merogoh uang Rp 4 miliar untuk membeli mobil Tesla keluaran terbaru untuk membuktikan bahwa gagasan mobil listrik yang dicanangkannya sekitar tahun 2013 adalah benar. Sebagai pembuktian, Tesla disandingkan dengan Selo, mobil listrik yang digagas Dahlan pada saat dia menjabat sebagai Menteri BUMN.

Pada 2013 lalu, Dahlan melakukan pembuktian dengan membuat mobil listrik Selo, 16 mobil listrik dengan berbagai tipe hingga angkutan massal seperti bus. Mobil-mobil listrik ini dipamerkan dan dijadikan mobil delegasi resmi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC ke XXI di Bali pada 2013 lalu. Namun, gagasan Dahlan ini hingga kini belum mewujudkan satu industri nasional yang mampu memproduksi mobil listrik. Pihak Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi hingga kini belum menerbitkan sertifikasi atas mobil-mobil listrik gagasan Dahlan ini. Namun, langkah Dahlan telah membuktikan bahwa Indonesia mampu memproduksi mobil listrik dengan kehadiran Selo dan 16 mobil listrik yang telah dirasakan oleh peserta KTT APEX XXI.

Sebagai pemimpin salah satu media terbesar di Indonesia, gagasan Dahlan ini tersosialisasikan dengan baik ke masyarakat Indonesia. Momentum Jokowi menyatakan komitmennya untuk mengembangkan mobil listrik disambut baik. Apalagi, pakar motor listrik di Indonesia sudahlah sangat banyak. Beberapa produsen sepeda motor (motor) listrik, baik lokal maupun asing langsung menyosialisasikan produknya. Mereka sama-sama menyatakan siap untuk segera memproduksi motor listrik. Kenapa motor? Karena sebagian besar pengguna jalan adalah para pemotor ini. Bahkan, VIAR telah membentuk perkumpulan pengguna motor listrik miliknya. Motor listrik Gesit, yang merupakan produksi hasil kerja sama Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) dan Garasindo juga mengibarkan bendera nya.


Kekhawatiran Pasokan Listrik dan Perubahan Perilaku Pemanfaatan Listrik

Beberapa pemangku kepentingan, khususnya pengambil kebijakan di bidang kelistrikan masih berpendapat saat ini belum saatnya Indonesia menggunakan mobil listrik. Alasan utama tidak lain adalah pasokan listrik yang masih belum memadai. Untuk menunjang kebutuhan sehari-hari masyarakat dan industri saja masih tanda tanya, apalagi jika ditambah dengan mobil dan motor listrik.

Seperti diketahui, sejak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono hingga Jokowi, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Jaman SBY, ada Program 10.000 MW (megawatt) tahap I dan II. Sementara, Jokowi 35,000 MW. Semua ini dilakukan untuk menjaga agar tidak ada defisit pembangkitan listrik yang berakibat pemadaman bergilir. Hingga saat ini, upaya menghapuskan pemadaman bergilir di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan pulau pulau lain terus diupayakan.

Pendapat para pemangku kepentingan di bidang kelistrikani bukan bualan semata. Baru-baru ini, Detik.com mengabarkan bahwa jaringan listrik di Inggris kewalahan dengan konsumsi listrik dari mobil listrik. Londonlovesbusiness mengutip, bahwa mobil listrik telah memberikan tekanan kepada jaringan listrik di Inggris pada awal 2017. Pemerintah Inggris terus berupaya mengatasi agar jaringan listrik nasional aman terkait mobil listrik.

Penyebab utama dari permasalahan mobil listrik di Inggris adalah, banyak pemilik mobil listrik melakukan pengisian baterai setiap saat, baik siang maupun malam. Mereka segera mengisi baterai begitu mobil listrik habis digunakan atau menemukan colokan listrik. Perusahaan listrik di Inggris menjelaskan bahwa sebagian besar pemilik mobil listrik melakukan pengisian baterai begitu pulang dari aktivitas. Waktu pengisian ini bersamaan dengan beban puncak listrik di Inggris.

Kasus seperti di Inggris inilah yang dahulu menjadi perhatian para pemangku kepentingan di Indonesia atas . Meskipun PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero menyatakan sistem kelistrikan Jawa-Madura-Bali (Jamali) dan Sumatera surplus 5.000 MW di tahun 2018, tetap ada kekhawatiran atas kenaikan listrik akibat mobil dan motor listrik. Yang perlu diwaspadai adalah, pengisian baterai pada waktu beban puncak, yaitu pukul 04.00 WIB s/d 08.00 WIB dan 17.00 WIB s/d 22.00 WIB. Jika konsumen mobil dan motor listrik di Indonesia seperti di Inggris, yaitu mengisi baterai setelah memaki motor dan mobil listrik, maka pengisian juga akan terjadi pada beban puncak. Akibatnya, beban puncak akan semakin naik dan tidak tertutup kemungkinan PLN akan kewalahan seperti yang terjadi di Inggris.

Untuk itu, pemerintah juga harus melakukan sosialisasi waktu yang tepat untuk pengisian baterai mobil dan motor listrik agar dilakukan diluar waktu beban puncak. Pemerintah juga harus mewajibkan para produsen untuk memberikan sosialisasi terhadap konsumen agar melakukan pengisian baterai di luar beban puncak. Produsen harus memberi peringatan di alat pengisian baterai (charger) motor dan mobil listrik yang menerangkan bahwa pengisian sebaiknya dilakukan diluar waktu beban puncak. Selain mengurangi beban sistem kelistrikan, pengisian diluar beban puncak biayanya lebih murah.

Penulis juga menyarankan agar pemilik mobil dan motor listrik peduli atas keandalan sistem kelistrikan nasional. Dengan mengisi baterai di luar beban puncak, pemilik mobil dan motor listrik peduli dengan masyarakat lain yang membutuhkan listrik untuk kebutuhan sehari-hari seperti lampu penerangan, setrika, mencuci, dan produksi (industri). Marilah menjaga lingkungan dengan tetap memperhatikan kebutuhan listrik masyarakat yang lain.

Oleh : Ahmad Senoadi
Dari berbagai sumber.
Load disqus comments

0 comments